Sukses

Catatan Faisal Basri soal Ekonomi Dulu dan Kini: Peran Pertamina ke Negara Melemah, Jawa Makin Dominan

Ekonom Senior Faisal Basri buka catatan terhadap kondisi ekonomi Indonesia pasca 25 tahun reformasi.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Faisal Basri buka catatan terhadap kondisi ekonomi Indonesia pasca 25 tahun reformasi. Dia melihat adanya perbedaan pola ekonomi antara sebelum dan sesudah reformasi, dimana pemerinah masa lalu lebih punya andil menguasai negara.

"Waktu itu konglomerat tidak menguasai sumber daya alam. Itu dikuasai pemerintah," ujar Faisal Basri dalam sesi bincang virtual bersama Core Indonesia, Selasa (16/5/2023).

Sebagai contoh, ia menyebut peran Pertamina sebagai perusahaan BUMN terhadap negara di masa lalu lebih kuat. Pasalnya, perusahaan minyak tersebut kala itu 100 persen masih milik negara.

Sehingga, sumbangan pajak perseroan terhadap keuangan negara masih sangat besar, mencapai 60-70 persen.

"Pertamina dulu sebagai operator dan regulator. Jadi 100 persen sumber daya alam diperoleh dari sumber anggaran. Kalau sekarang enggak," kata Faisal.

Dia lantas membandingkannya dengan kondisi saat ini, dimana pemerintah tidak punya power untuk menguasai sumber daya alam. Ambil contoh, kata Faisal, ekspor batu bara di tahun lalu yang menurut catatannya mencapai Rp 850 triliun, tapi negara tidak mendapat sepeser pun.

"Batu bara tahun lalu ekspor sampai Rp 850 triliun. Enggak ada pajak ekspor, enggak ada windfall profit," sebut Faisal.

 

2 dari 3 halaman

Jawa Sentris

Catatan lainnya, ia melihat persebaran ekonomi di Tanah Air cenderung masih Jawa sentris. Bahkan kekuatan ekonomi Jawa di lingkup nasional disebutnya semakin besar. Itu berbanding terbalik dengan tuntutan reformasi terkait penguatan otonomi daerah.

"Sekarang Jawa lebih dominan, lebih buruk dari reformasi. Peran Sumatera, Kalimantan turun, Jawa enggak berubah. Bali Nusa Tenggara Papua stagnan. Yang naik Sulawesi aja. Karena Sulawesi unik, seluruh provinsi punya laut, terbuka," ungkapnya.

"Sehingga sekarang ketimpangannya bukan berdasarkan entisitas, tapi ketimpangan jurang kemiskinan yang luar biasa," ujar Faisal Basri.

3 dari 3 halaman

Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,7 Persen di 2024

Pemerintah RI menargetkan pertumbuhan ekonomi berada dalam kisaran 5,3 persen - 5,7 persen di tahun 2024. Target pertumbuhan ekonomi tersebut telah disepakati pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024 yang mengusung tema ‘Mempercepat Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan’. 

“Pertumbuhan ekonomi ditargetkan tumbuh 5,3 persen sampai 5,7 persen,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa dalam Musrenbang RKP 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Selasa (16/5).

ETak hanya itu, tingkat kemiskinan di tahun 2024 berada di posisi 6,5 persen - 7,5 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,0 persen - 5,7 persen. Ratio gini berada di level 0,347 - 0377. 

Kemudian indeks pembangunan manusia berada di posisi 7399 persen - 74,02 persen. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) ditargetkan mencapai 27,27 persen. Nilai tukar nelayan berada di kisaran 107-110 dan nilai tukar petani di kisaran 105-108. 

Suharso mengatakan tahun 2024 pemerintah akan fokus pada penuntasan dan pencapaian target sasaran pembangunan nasional. Tentunya ini akan sangat dipengaruhi oleh pembangunan di daerah dan kerjasama  dengan pihak swasta. 

“Pada tahun 2024 kita perlu fokus pada penuntasan dan pencapaian target sasaran pembangunan nasional,” kata dia.